1. Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih,
berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. [1]
Cronbach mengemukakan bahwa
learning is shown by change in behaviour as a result of experience
(belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman). Sedangkan, Geoch, mengatakan : “Learning
is a change in performance as a result of practice”(belajar adalah perubahan
dalam penampilan sebagai hasil praktek).[2]
Definisi belajar dapat
ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda, diantaranya: 1). Kuantitatif
,(ditinjau dari sudut jumlah, belajar berarti kegiatan pengisian atau
pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar
dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa. 2).
Institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses
“validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang
telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah
belajar dapat diketahui sesuai proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu
guru mengajar, semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan
dalam bentuk skor. 3) kualitatif (tinjauan mutu) ialah arti-arti memperoleh
pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa.
Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya fikir dan
tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti
dihadapi siswa.[3] Pada dasarnya belajar ialah tahapan
perubahan perilaku siswa yang felatif positif dan menetap sebagai hasil
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
SumadiSuryabrata menyimpulkan bahwa
belajar itu membawa perubahan yang terjadi karena adanya usaha dan mendapatkan
keterampilan baru.[4]
Slameto mendefinsikan,
belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[5] Seseorang itu belajar
karena interaksi dengan lingkungannya .belajar itu senantiasa merupakan
perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya
dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Belajar
adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke
perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur
cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha sadar dalam perubahan
tingkah laku, yang terjadi karena hasil pengalaman-pengalaman baru sehingga
menambah pengetahuan yang ada di dalam diri seseorang.
2. Prestasi Belajar
Kemampuan intelektual siswa
sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk
mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu
evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah
proses belajar mengajar berlangsung.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka nilai yang diberikan oleh guru.[6]
Winkel (1996) mengemukakan bahwa
prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh
seseorang.Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh
seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.[7]
Benyamin S. Bloom, prestasi
belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah
kognitif terdiri atas : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi.[8]
Pengertian prestasi belajar
sendiri menurut Syaiful Bahri Djamarah adalah hasil yang diperoleh berupa kesan
– kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari
aktivitas dalam belajar dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka.[9]
Slamento Abdul Hadis
mengatakan bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
dalam memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan
lingkungannya.[10]
Menurut Muhibbin Syah (2008)
prestasi belajar adalah keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran
di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.Sedangkan menurut Taulus Tu’u
(2004) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka ynag diberikan oleh guru.[11]
Jadi, prestasi belajar siswa dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Prestasi belajar siswa adalah hasil
belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan
pembelajaran disekolah.
2. Prestasi belajar tersebut terutama
dinilai oleh aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintes dan evaluasi.
3. Prestasi belajar siswa dibuktikan
dan ditunjukan melalui nilai atau angka nilai dari hasil evaluasi yang
dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang
ditempuhnya.
Istilah Evaluasi atau
penilaian adalah sebagai terjemahan dari istilah asing “Evaluation”. Dan
sebagai panduan, menurut Benyamin S. Bloom (Handbook on Formative and Sumative
Evaluation of Student Learning) dikemukakan bahwa: Evaluasi adalah pengumpulan
bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada-tidaknya
perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa atau anak didik.
Evaluasi artinya penilaian
terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
sebuah program. Kata lain yang sepadandengan kata evaluasi dan sering digunakan
untuk menggantikan kata evaluasi adalah tes, ujian dan ulangan. Istilah
evaluasi biasanya digunakan untuk menilai hasil belajar para siswa pada akhir
jenjang pendidikan tertentu, seperti Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional
(EBTANAS) yang kini disebut Ujian Akhir Nasional (UAN).
Aktivitas belajar perlu
diadakan evaluasi . Hal ini penting Karena dengan evaluasi kita dapat
mengetahui apakah tujuan belajar yang telah ditetapkan dapat tercapai atau
tidak.
Istilah evaluasi sering
dikacaukan dengan pengukuran, keduanya memang ada kaitan yang erat, tetapi
sebenarnya mengandung titik beda. Menurut Sumadi Surya brata pengukuran
mencakup segala cara untuk memperoleh informasi yang dapat dikuantifikasikan.
Sedangkan evaluasi menekankan penggunaan informasi yang diperoleh dengan
pengukuran maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan membuat
keputusan-keputusan pendidikan.
Evaluasi dilaksanakan
berkenaan dengan situasi sesuatu aspek dibandingkan dengan situasi aspek lain
akhirnya terjadilah suatu gambaran yang menyeluruh yang dapat dipandang dari
berbagai segi. Evaluasi juga dilakukan dengan cara membanding-bandingkan
situasi sekarang dengan situasi yang lampau atau situasi yang sudah lewat.
Adapun aspek-aspek kepribadian
yang harus diperhatikan merupakan objek di dalam pelaksanaan evaluasi tersebut,
menurut Nasrun Harahap, adalah sebagai berikut:
1. Aspek-aspek tentang berpikir,
meliputi :inteligensi, ingatan, cara menginterpretasi data, pokok-pokok
pengajaran, dan pemikiran yang logis;
2. Dari segi perasaan sosialnya,
meliputi: kerja sama dengan kawan sekelasnya, cara bergaul cara pemecahan
masalah, serta nilai-nilai sosial;
3. Dari kekayaan social dan
kewarganegaraan, meliputi: pandangan hidup atau pendapatnya terhadap
masalah-masalah social, politik, dan ekonomi.
Aspek-aspek tersebut masih
dapat dirinci ke dalam hal-hal yang lebih khusus yang disesuaikan dengan
keperluan atau tujuan penilaian.
1. Tujuan
evaluasi belajar
Pertanyaan pokok sebelum
melakukan evaluasi ialah apa yang harus dinilai. Terhadap pertanyaan ini kita
kembali kepada unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar-mengajar, yakni
tujuan, bahan, metode dan penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar
mengajar pada hakekatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat
dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya (Nana,
1989). [12]
Evaluasi atau penilaian
dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan
laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Adapun
tujuan evaluasi dapat diuraikan sebagai berikut: Mendeskripsikan kecakapan
belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam
berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya. Mengetahui
keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh
keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan
yang diharapkan. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan
perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta
strategi pelaksanaannya. Memberikan pertanggungjawaban pihak sekolah kepada
pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah,
masyarakat, dan para orang tua siswa.
Menurut
Anas(1995), tujuan evaluasi pendidikan terdiri atas dua:
a. Tujuan
umum Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu:
1) Untuk menghimpun bahan-bahan
keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau
taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti
proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2) Untuk mengetahui tingkat
efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses
pembelajaran selama jangka waktu tertentu. [13]
b. Tujuan
khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus
dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah:
1) Untuk merangsang kegiatan peserta
didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak
mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk
memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
2) Untuk mencari dan menemukan
faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam
mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar
atau cara-cara perbaikannya.
2. Prinsip
evaluasi belajar
Dalam mendesain dan melakukan
proses atau kegiatan evaluasi seorang guru hendaknya mempertimbangkan
prinsip-prinsip berikut:[14]
a. Prinsip
berkesinambungan (continuity)
Maksud Prinsip ini adalah kegiatan
evaluasi dilaksanakan secara terus-menerus. Evaluasi tidak hanya
dilakukan sekali setahun atau persemester, tetapi dilakukan
secara berkelanjutan mulai dari proses pembelajaran dengan memperhatikan
peserta didik hingga ia tamat dari institusi tersebut.
b. Prinsip
menyeluruh (comprehensive)
Prinsip ini maksudnya adalah dalam
melakukan evaluasi haruslah melihat keseluruhan dari aspek
berfikir (domain kognitif),aspek nilai atau sikap (domain afektif),
maupun aspek keterampilan ( domain psikomotor) yang ada pada
masing-masing peserta didik.
c. Prinsip
objektivitas (objektivity)
Maksud dari prinsip ini adalah
bahwa Objektivitas artinya mengevaluasi berdasarkan keadaan
yang sesungguhnya, tidak dipengaruhi oleh hal-hal lain yang bersifat emosional
dan irasional.
d. Prinsip
valididitas (validity)
Validitas
artinya keshahihan yaitu bahwa evaluasi
yang digunakan benar-benar mampu mengukur apa
yang hendak diukur atau yang diinginkan. Validitas juga
selalu disamakan dengan ketepatan, misalnya untuk mengukur
partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran bukan dievaluasi dengan
melihat nilai ketika ulangan tetapi dilihat juga mulai dari kehadiran,
keaktifan dan sebagainya.
Pada prinsipnya, evaluas hasil
belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu,
macam-macamnya pun banyak mulai yang sederhana sampai yang paling kompleks.
Diantara macam-macam evaluasi tersebut adalah sebagai berikut: [15]
1. Pre-test
dan Post-test
Kegiatan pretest dilakukan guru
secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya adalah
untuk mengidentifikasi saraf pengetahuan siswa mengenai materi yang akan
disajikan. Evaluasi ini seringkali berlangsung singkat dan tidak memerlukan
instrumen tertulis.Post test adalah kebalikan dari pre test, yakni kegiatan
evaluasi yang dilaksanakan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya
adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah
diajarkan.
2. Evaluasi
Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip
dengan pretest. Tujuannya adalah untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi
lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi
penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan.
3. Evaluasi
Diagnostik
Evaluasi jenis ini dilakukan
setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi
bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Evaluasi jenis ini
dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa
mendapat kesulitan.
4. Evaluai
Formatif
Evaluasi jenis ini kurang lebih
sama dengan ulangan yang dilakukan pada setiap akhir penyajian suatu pelajaran
atau modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yamg mirip dengan
evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis kesulitan-kesulitan belajar
siswa. Hasil diagnosis tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan rekayasa
pengajaran remedial (perbaikan).
5. Evaluasi
Sumatif
Ragam penilaian sumatif dapat
dianggap sebagai ulangan umum yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik
atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran.
Evaluasi ini lazim dilakukan pada akhir semester atau akhir tahun ajaran.
Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja. akademik siswa dan
bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.
6. Ujian
Akhir Nasional (UAN)/ UN
Ujian Akhir Nasional ( UAN ) yang
dulu disebut EBTANAS ( Evaluasi Belajar tahap akhir Nasional ) pada prinsipnya
sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kanaikan status
siswa. Namun UAN dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi
pada suatu jenjang pendidikan yakni sejak SD/MI dan seterusnya.
7. Evaluasi
Penempatan
Evaluasi jenis ini digunakan untuk
mengetahui kemampuan setiap siswa, sehingga guru dapat menempatkan siswa dalam
situasi yang tepat baginya. Penempatan yang dimaksud dapat berupa sebagai
berikut:
a. Penempatan
siswa dalam kelompok kerja;
b. Penempatan siswa dalam kelas, siswa
yang memerlukan perhatian lebih besar dalam belajar ditempatkan di depan,
misalnya siswa yang kurang baik pendengarannya. Atau siswa yang rabun
dekat maka ditempatkan di belakang;
c. Penempatan
siswa dalam kepanitiaan di sekolah;
d. Menempatkan siswa dalam program
pengajaran tertentu, misalnya memilih program pengajaran atau keterampilan yang
sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
1. Tes Subjektif / Uraian
Tes subjektif pada umumnya
berentuk essay (uraian). Tes bentuk essay adalah sejenis tes kemajuan belajar
yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.[16] Menurut Asmawi Zaenul
dan Noehi Nasution, tes bentuk uraian adalah butir soal yang mengandung
pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus
dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Ciri khas tes uraian
adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh penyusun soal,
tetapi harus disusun oleh peserta tes.[17] Dalam tes uraian
bentuk tesnya diawali dengan kata-kata seperti: uraikan, jelaskan, mengapa,
bagaimana, dibandingkan, simpulkan, dan sebagainya.
Soal-soal bentuk uraian ini
menuntut kemampuan peserta tes untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal
kembali, dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi dalam
pengerjaannya.[18]
2. Kelebihan dan Kelemahan Tes Subyektif
a. Kelebihan-kelebihan
Tes Subjektif
1) Mudah disiapkan dan disusun;
2) Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi
atau untung-untungan
3) Mendorong siswa untuk berani
mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus;
4) Memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri;
5) Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu
masalah yang diteskan.
b. Kelemahan-kelemahan Tes Subjektif
Kadar validitas dan realibilitas
rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dan dari pengetahuan siswa yang
betul-betul telah dikuasai.
1) Kurang representif dalam mewakili seluruh
scope bahan pelajaran yang akan di tes karena soalnya hanya beberapa saja
(tebatas);
2) Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur
subyektif;
3) Pemeriksaannya lebih sulit sebab
membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
4) Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilan
kepada orang lain.[19]
5) Mudah menimbulkan kecurangan dan pemalsan jawaban.[20]
3. Tes Objektif
Tes Objektif adalah tes yang
dibuat dengan sedemikian rupa sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara
objektif, yaitu dapat dinilai oleh siapapun akan dapat menghasilkan skor yang
sama.[21] Karena sifatnya yang
objektif ini maka tidak perlu harus dilakukan oleh manusia. Pekerjaan tersebut
dapat dilakukan oleh mesin, misalnya mesin scanner.[22]
4. Kelebihan dan Kelemahan Tes Objektif
a. Kelebihan-kelebihan
Tes Objektif
1) Tes objektif lebih banyak mengandung
segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas
bahan, lebih obyektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif
baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa;
2) Tes objektif lebih mudah dan cepat
cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil
kemajuan teknologi;
3) Dalam pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang
lain;
4) Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subyektif yang
mempengaruhi.[23]
b. Kelemahan-kelemahan
Tes Objektif
1) Membutuhkan persiapan yang lebih
sulit daripada tes esai karena butir soal atau item tesnya banyak dan harus
diteliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain;
2) Butir-butir soal cenderung hanya
mengungkap ingatan dan pengenalan kembali (recalling) saja, dan sukar untuk
mengukur kemampuan berpikir yang tinggi seperti sintesis maupun kreativitas;
3) Banyak kesempatan bagi siswa untuk
spekulasi atau untung-untungan (guessing) dalam menjawab soal tes;
4) Kerja sama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes
lebih terbuka.[24]
DEPDIKNAS,
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Sardiman.Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar.cet.18. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2011
Syah,Muhibbin.
Psikologi Pendidikan. Cet.18. Bandung:Remaja Rosdakarya. 2013
Suryabrata,
Sumadi. Psikologi Pendidikan.Jakarta:Raja Grafindo Persada
Slamento.Belajar
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta.
2010
Winkel,
W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Jakarta : Gramedia,
2007
Syaiful
Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru.Surabaya : Usaha
Nasional, 1994
Slameto.Belajar
dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Jakarta: Rineka Cipta. 2010
Syah,Muhibbin.
Psikologi Belajar.Bandung:Remaja Rosdakarya.2008
Nana
Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda
Karya. 1989.
Sudijono,
Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada.1995.
Mardia
Hayati, M.Ag, Desain Pembelajaran, Pekanbaru, Yayasan Pustaka Riau,2009
[1]
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2]
Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Hal.22 cet.18. Jakarta:Raja
Grafindo Persada. 2011
[3]
Syah,Muhibbin. Psikologi Pendidikan.Hal.90. Cet.18. Bandung:Remaja Rosdakarya.
2013
[4]
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Hal.232 Jakarta:Raja Grafindo Persada
[5]
Slamento.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.2. cet.ke-5.
Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
[6]
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 895
[7]
Winkel, W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Hal.226. Jakarta :
Gramedia, 2007
[8]
Winkel,W.S.Op.cit hal.26
[9]
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Hal.5.Surabaya :
Usaha Nasional, 1994
[10]
Slameto.Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Hal. 60. Jakarta: Rineka
Cipta. 2010
[11]
Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar. Hal. 91 Bandung:Remaja Rosdakarya.2008
[12] Nana
Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.
1989.
[13]
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada.1995.
[14]
Mardia Hayati, M.Ag, Desain Pembelajaran, Pekanbaru, Yayasan Pustaka
Riau,2009.hal.53
[15] Syah,
Muhibbin 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya
[16]
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2002). h. 163
[17] Eko
Putro widoyoko, Evaluasi Progam Pembelajaran.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011) h. 78-79
[18] Ibid. h. 79
[19]
Suharsimi Arikunto, Op. Cit. h. 164
[20]
Ngalim Purwanto, Prinsi-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset, 1994). h. 38
[21]
Ngalim Purwanto. Op. Cit. h. 35
[22] Eko
Purwo Widoyoko, Op. Cit. h. 49
[23]
Suharsimi Arikunto, Op. Cit. h. 166.
[24] Eko
Purwo Widoyoko, Op. Cit. h. 49-50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar